♠ Posted by Unknown at 22.01
Mari kita kenali dulu lebih dekat tentang Marshall Islands. Nama negaranya, diambil dari nama pelaut Amerika yang pertama kali mendarat di sana, John Marshall pada tahun 1788. Namun sejarah mencatat, orang-orang Mikronesia sudah tinggal di sana pada ratusan tahun sebelum Masehi.
Marshall Islands memiliki 29 atol dan 5 pulau besar. Atol adalah kumpulan terumbu karang yang berbentuk melingkar atau hampir melingkar menyerupai cincin yang mengelilingi laguna air laut di dalamnya. Bahkan, Marshall Islands disebut-sebut sebagai atol nomor indah kedua di dunia setelah Maladewa.
Untuk luas wilayah, Marshall Islands hanya punya luas 181 km persegi yang hanya sekitar 10 persen dari luas Jakarta. Jumlah penduduk di sana pun hanya 70 ribu orang saja.
John D Sutter, penulis dari CNN Travel menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke sana. Pengalaman yang seharusnya indah karena mengunjungi atol-atol yang cantik dengan lautan biru bersih, tapi malah bikin dahinya mengerenyit.
Seperti detikTravel lihat dari situs CNN Travel, Jumat (6/11/2015) John begitu terkesima melihat Marshall Islands dari udara. Dia melihat banyak laguna dan karang-karang yang terlihat jelas di bawah air laut. Perjalanan 31 jam dari Atlanta, AS ke Marshall Islands rasanya terbayar impas.
Tapi di balik keindahan Marshall Islands, ada fakta yang mencengangkan. Perubahan iklim dan pemanasan global yang mana kenaikan suhu kini rata-rata mencapai 2 derajat Celcius dari angka normal di seluruh dunia, membuat permukaan air laut di sana naik!
Itu artinya, pulau-pulau dan atol di Marshall Islands terkena banjir yang airnya merupakan air laut, atau sering disebut banjir rob. Usut punya usut, sudah beberapa tahun belakangan ini banjir seperti itu terjadi di sana.
Bahkan, para ilmuwan menilai, Marshall Islands akan tenggelam dalam jangka waktu 50 tahun lagi paling cepat. Selain banjir, dampak lain yang berakibat buruk bagi penduduk setempat adalah air tawar yang terkontaminasi, pepohonan dan tanaman mati di sekitar pantai karena air lautnya telah naik dan ujung-ujungnya, pulau-pulau di Marshall Islands sudah tidak layak huni.
Masyarakat setempat pun tidak tinggal diam. Mereka melakukan berbagai cara untuk menanggulangi banjir. Pertama, memasang batasan untuk menanadakan ketinggian air laut yang terus naik. Kedua, menyiapkan tempat untuk evakuasi di atas bukit.
Tapi mereka yakin, lama kelamaan cara tersebut tidaklah ampuh. Maka dari itu, beberapa orang di sana mengambil cara lain yakni pindah tempat tinggal ke AS.
Meski merupakan negara sendiri, Marshall Islands ternyata masih ada di bawah kekuasaan AS. Oleh karena itu, penduduk di Marshall Islands pun bebas keluar masuk Negeri Paman Sam tanpa visa. 11 Ribu orang di Marshall Islands yang disurvei apakah mau pindah ke AS, sebagian besar menjawab iya.
Tapi pindah ke AS juga bukan barang mudah. Satu orang, setidaknya harus menyiapkan USD 1.600 atau setara Rp 21 juta untuk tiket pesawat ke Hawaii dan lanjut ke kota-kota di AS.
Hanya ada dua pesawat yang melayani penerbangan ke Marshall Islands, yaitu United Airlines dan Nauru Airlines. United Airlines Menghubungkan Marshall Islands ke Hawaii atau Australia, lalu terbang ke negara-negara lain. Sedangkan Nauru Airlines, mnelayani penerbangan ke antar negara-negara kecil di Samudera Pasifik.
Soal urusan pariwisata, Marshall Islands memang termasuk salah satu negara yang sulit dikunjungi dan kunjungan turis per tahun tak sampai angka 2.000 orang. Tapi meski begitu, bukan berarti mereka harus dilupakan.
Pemanasan global membuat es di kedua kutub Bumi meleleh dan menaikkan tinggi air laut sekitar 3 milimeter setiap tahunnya. Hal ini terutama disebabkan oleh mencairnya lapisan es di bagian barat dan timur Antartika atau kutub selatan.
Pemanasan global di Bumi pun menjadi tanggung jawab setiap manusia. Pemanasan global trjadi akibat pemborosan penggunaan listrik, hutan yang mulai gundul, polusi dari asap pabrik, polusi udara dari kendaraan bermotor, efek rumah kaca dan lain-lain.
Maladewa, Karibiati dan Marshall Islands dalah contoh pulau-pulau kecil yang bakal hilang tenggelam air laut gara-gara pemanasan global. Seperti kata John D Sutter yang menulis artikel soal Marshall Islands di CNN Travel dengan judul 'You're making this Islands disappear'.
0 komentar:
Posting Komentar